Pohon Wunung, Toponim Desa Wunung




Resan.id-- Terkait agenda Resan Gunungkidul pada Minggu, tanggal 3 Maret 2024 besok, saya tertarik untuk mengulik beberapa hal terkait dengan nama Kalurahan Wunung. Agenda Minggu besok memang berlokasi di Kalurahan Wunung, Kapanewon Wonosari, Gunungkidul. 

Koordinasi sudah dilakukan oleh Sidik Asyianta, salah satu pegiat Resan Gunungkidul dengan pihak desa/Pak Lurah. Warga dan Karang Taruna Kalurahan Wunung, khususnya Padukuhan Kamal mengajak Resan Gunungkidul untuk menanam pohon di wilayahnya. 

Ada beberapa titik yang disebutkan sebagai lokasi penanaman, diantaranya Gua Sumurup dan DAS Kali Kamal serta mengembalikan pohon wunung sebagai identitas toponim (nama asal-usul) wilayah Desa Wunung

Saya coba googling di internet terkait sejarah Desa Wunung. Namun, saya tidak (atau belum) menemukan informasi terkait hal tersebut. Ada beberapa hal yang membuat saya tertarik, yakni potensi alam yang ada di Kalurahan Wunung. Salah satunya adalah Gua Sumurup atau biasa disebut Banyu Sumurup atau Luweng Sumurup

Ada yang menyebut, Banyu Sumurup adalah pintu gerbang masuknya air dari wilayah Wonosari. Ya...Gua Sumurup adalah salah satu contoh tipikal hidrologi kawasan karst seperti wilayah Gunungkidul. Aliran sungai permukaan yang mengalir masuk ke dalam bumi, melalui aliran lorong vertikal berupa gua lalu masuk ke 'luweng' (gua horizontal) dan terhubung ke sistem hidrologi bawah tanah

Dari asal kata Bahasa Jawa, 'sumurup' bisa diartikan beberapa hal. Mengutip Bausastra Jawa, Poerwadarminta 1939,#75, kata 'sumurup' dapat diartikan 'mlebu' (masuk) atau 'weruh' (tahu)... 

"sumurup (sumurUp) : n: 1(sumêrêp k) mlêbu ing; 2 (sumêrêp k) wêruh; 3 (sumêrêp k) minangka dadi, dianggêp dadi; di-[x]-i: diwêruhi; di-[x]-ake: diwêruhake, diwulang lsp; kc. surup.
Bausastra Jawa, Poerwadarminta, 1939, #75"

Dalam pengertian lain, 'sumurup' juga bisa diartikan sebagai 'surup' atau sore hari dimana matahari waktunya tenggelam. Penamaan 'sumurup' memang identik dengan suatu hal yang 'masuk', 'hilang' atau 'tenggelam' yang kemudian akan muncul kembali. Penamaan ini sudah sangat tepat menggambarkan air sungai yang masuk ke dalam perut bumi, untuk kemudian muncul kembali di samudera luas
   
Kawasan Gua Sumurup ini berbatasan dengan wilayah Kalurahan Giring, Kapanewon Paliyan. Alur sungai jadi pembatas dua wilayah ini. Aliran air sungai pada wilayah di bagian akhir Daerah Aliran Sungai (DAS) Besole, yang memotong sisi timur Kota Wonosari. Dimana ujungnya berupa lorong gua dan berakhir di 'luweng' (gua vertikal) yang jadi pintu masuk aliran air ke sungai bawah tanah dalam sistem hidrologi kawasan karst

Saat banjir besar dampak Siklon Cempaka 28/29 November 2017, kawasan Sumurup ini tenggelam nyaris total akibat lorong gua dan luweng yang tidak mampu menampung debit air. Padahal, ketinggian dari dasar sungai ke puncak tebing tertinggi di kiri kanan sungai ada yang mencapai 100 meter.

Sungguh fenomena alam luar biasa ketika jutaan meter kubik air yang melintasi sungai ini antri masuk sungai bawah tanah. 

"Seumur-umur ya baru kali ini lihat Sumurup banjir dahsyat. Air hampir mencapai dusun ini," kata Suyati, warga Dusun Kamal yang jadi pintu masuk utama ke Gua Sumurup, mengutip berita TribunNews waktu kejadian tahun 2017

*Pohon Wunung*

Dari riset sederhana yang dilakukan teman-teman Resan Gunungkidul, nama asal usul (toponim) dusun, desa, kampung di Gunungkidul banyak yang berasal dari nama pohon. Selain Kalurahan Wunung yang berasal dari nama pohon wunung, di Kapanewon Wonosari ada Kalurahan Wareng, Kalurahan Kepek, Padukuhan Winong dan beberapa lagi yang juga berasal dari nama pohon

Mengutip dari berbagai sumber, Pohon Wunung mempunyai banyak sekali nama daerah, seperti gelumbah, tongtolok, beurih, hantap heulang, tolok, winĕng, wining, wunung, munung, sriwil, barih, binèng, tolutu, taluto, teluto, dan lain-lain. 

Pohon wunung adalah sejenis pohon besar anggota suku Malvaceae, anak suku Sterculioideae (sebelumnya, suku Sterculiaceae). Pohon penghasil kayu ini menyebar luas di Asia Tenggara dan Kepulauan Nusantara bagian barat.

Secara morfologi, pohon wunung memiliki batang yang besar, tingginya bisa mencapai 40-50 meter, lingkar batang bisa sampai 3 meter dengan naungan kanopi pohon bisa mencapai 30 meter. Pohon ini menggugurkan daun semasa berbunga dan berbuah

Kayu bagian luar berwarna kelabu pucat hingga agak jingga, halus, dengan tonjolan-tonjolan serupa kutil yang besar, berwarna gelap dan tersebar merata permukaan. Kayu bagian dalam lunak, berwarna merah bergaris-garis putih, dengan getah kekuningan.

Daun-daun tersusun dalam spiral di ranting, bertangkai panjang. Helaian daun bentuk jantung lebar hingga bundar telur, pangkalnya bentuk jantung hingga terpangkas.  Ujungnya meruncing, sisi atasnya gundul, sisi bawah berambut halus, pada pangkalnya dengan 5-7 tulang daun menjari. 

Perbungaan bentuk malai di ketiak daun atau terminal, sedikit menggantung. Bunga-bunga berkelamin tunggal, berbilangan-5, beraturan; kelopaknya bentuk genta, tepinya berambut, panjang taju setidaknya setengah panjang tabung kelopak, kehijauan hingga ungu atau merah, tidak rontok hingga menjadi buah; mahkota tak ada. Buah kotak 4-5 dalam satu tangkai (kelopak), berdinding tipis serupa kertas, membuka satu sisinya sebelum masak, bentuk perahu tertelungkup dengan lunas yang menonjol seperti kait; biji satu butir di pangkalnya, bulat tak bersayap

Pohon Wunung tersebar luas mulai dari Burma, Thailand, Indocina, Semenanjung Malaya, Sumatra, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Filipina

Pohon ini terutama didapati di dataran aluvial, dan juga ditemukan tumbuh di hutan-hutan yang selalu hijau, hutan gugur daun, ataupun hutan-hutan yang lebih terbuka di wilayah yang kering secara periodik, hingga ketinggian 1.000 m dpl. Pohon wunung termasuk jenis pohon yang cepat tumbuh 

*Manfaat*

Pohon wunung menghasilkan kayu ringan yang berguna untuk pembuatan gagang korek api, papan cor, pelampung jaring, sampan, peti-peti pengemas, kerajinan tangan, dan lain-lain. Dapat pula dikerjakan menjadi venir untuk pembuatan kayu lapis, atau diolah menjadi bubur kayu bagi pembuatan kertas. Dalam perdagangan kayu ini dikenal dengan nama amberoi.

Kulit kayu digunakan untuk membantu pewarnaan warna hitam pada kain katun. Serat dari kulit kayu ini dimanfaatkan juga untuk membuat tambang.


Lebih baru Lebih lama