Menanam Beringin Kembar Dan Resik Sendang Mangir Sambeng


Sendang Mangir
Terkait Nama Tokoh atau Nama Pohon (?)


resan.id -- Cuaca panas betul-betul terasa waktu kami berjalan kaki melewati tegalan kering menuju lokasi Sendang Mangir. Hari sudah menjelang siang, beberapa hal teknis membuat perjalanan kami ke lokasi giat sempat tertunda. Saat kami tiba, cuaca terik benar-benar memanggang kepala. Beberapa warga yang ikut kerja bakti sudah beristirahat di bawah naungan terpal bekas yang diikat diantara pohon jati.

Sendang Mangir terletak di Padukuhan Sambeng 5, Kalurahan Sambirejo, Kapanewon Ngawen, Gunungkidul. Lokasinya berada di samping sungai kecil yang membelah tegalan berbatu. Konon cerita, dulunya adalah sendang yang tak pernah kering. Meski sumber airnya tidak terlalu besar, tapi digunakan oleh warga sekitar untuk mencukupi kebutuhan sehari hari.


"Dulu ada dua pohon beringin kembar yang mengapit sendang. Pohonnya ditebang sekitar tahun 90an, ya...namanya orang banyak, penemune dewe-dewe (pemikirannya sendiri-sendiri)," kata Mbah Tukino, salah seorang warga yang ikut kerja bakti. Secara tersirat, Mbah Tukino ingin mengatakan bahwa penebangan pohon beringin kembar Sendang Mangir, dulu beraroma polemik tentang sebuah kepercayaan.

Yang jelas menurutnya, air Sendang Mangir berubah drastis setelah pohon pelindungnya di tebang. Keadaan ini diperparah dengan pembangunan lokasi Sendang Mangir secara permanen dengan batu bata dan semen. Maksud pemerintah saat itu baik, agar air sendang dapat dibuatkan tampungan, sehingga memudahkan warga dalam mengambil air. Tapi, teknis pembangunan yang tidak tepat, justru membuat titik sumber air Sendang Mangir tertutup.

Beriring waktu, dengan masyarakat mulai dimudahkan adanya pelayanan PAM, keberadaan Sendang Mangir semakin terabaikan, dan akhirnya tertutup tanah. Meski begitu, air tetap berusaha keluar dan menggenang di kali kecil di sampingnya.

Keadaan berubah, saat Pemerintah Kalurahan mengadakan program penulisan sejarah desa. Dalam upaya merunut sejarah asal usul, ternyata Sendang Mangir menjadi salah satu titik spritual penting dalam pembentukan sejarah Desa Sambirejo.

"Sendang Mangir berhubungan dengan leluhur, cikal bakal Desa Sambirejo. Terkait tokoh dari Kerajaan Pengging, yakni Panembahan Kajoran," begitu kata Banteng Purwanto, salah seorang warga yang ikut kerja bakti. Saat ini, Banteng Purwanto kebetulan menjabat sebagai perangkat Desa Sambirejo sebagai Kesra.

Karena ketugasannya menyusun buku sejarah desa, Purwanto akhirnya berupaya menelisik tempat tempat yang dinilai punya kaitan sejarah dengan wilayah Sambirejo.

"Sendang Mangir, terhubung dengan cerita sejarah keberadaan tiga buah 'watu ledhek gendhuk menur', 'alas ulap ulap' dan 'watu Saka' lanjut Purwanto.


Mengetahui pentingnya nilai sejarah Sendang Mangir, Purwanto dan beberapa teman yakni Pranoto, dan beberapa penggiat sejarah yang lain kemudian berinisiatif untuk kembali 'nguri-uri' keberadaan Sendang Mangir. Melalui teman Resan Gunungkidul, Guntur Susilo yang terlebih dulu memberi pelatihan batik di Desa Sambirejo, maka Minggu 15 Oktober 2023 diadakan 'gugur gunung resik Sendang Mangir'. Komunitas Resan di undang untuk ikut membantu, sekaligus menanam kembali situs 'beringin kembar' yang mengapit Sendang Mangir. Beberapa pohon kemudian ditanam dengan sistem tanam BAIS (sistem tanam pohon di musim kemarau).


Mangir

Beberapa tempat di Gunungkidul menggunakan nama atau 'tetenger' kata 'mangir'. Secara umum, saat menyebut kata 'mangir' kita akan teringat nama tokoh legendaris yang hidup pada masa awal terbentuknya Kerajaan Mataram Islam, yakni Ki Ageng Mangir Wanabaya. Tokoh yang sering dianggap 'kontroversi', karena dianggap sebagai musuh sekaligus menantu Panembahan Senopati sang leluhur Mataram. Konon katanya, makam Ki Ageng Mangir Wanabaya separuh terletak dalam lokasi keraton, dan separuh lagi terletak diluar.

Cerita tentang Ki Ageng Mangir Wanabaya, oleh warga setempat dipercaya ada kaitannya dengan Sendang Mangir. Terlepas akan hal itu, saya mencoba mencari beberapa referensi, dan saya menemukan bahwa ternyata kata 'mangir' adalah nama jenis pohon.

Ya, namanya adalah Pohon Mangir (Ganophylum Falcatum). Pohon ini termasuk dalam klasifikasi suku 'sapindaceaae', pertumbuhannya tersebar di berbagai daerah tropis, mulai dari Australia sampai Jawa. Tinggi pohon bisa mencapai 40an meter, berdaun majemuk tersusun melingkar, dan buahnya berwarna merah mengkilap dengan permukaan licin. Kayu Pohon Mangir mempunyai kualitas yang bagus sebagai bahan industri, untuk kayu lapis, bahan bangunan maupun struktur pembuatan jembatan. Sementara, untuk kulit batangnya dapat digunakan untuk sabun dan pembunuh kutu. Dari berbagai penelitian, biji buah Mangir yang mengandung semacam minyak juga bermanfaat untuk pengobatan.

Salah satu Pohon Mangir keramat yang saat ini masih bisa dilihat tumbuh meraksasa adalah Pohon Mangir yang ada di Desa Karangsambung, Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Pohon ini dianggap pohon bersejarah, berusia ratusan tahun, dan anehnya tumbuh di atas tumpukan batu. Masyarakat sekitar mengkeramatkan pohon ini, dan dipercaya sebagai situs bersejarah.

Terlepas seperti apa kaitan nama 'mangir' yang disematkan di sendang, saya sendiri tiba-tiba membayangkan, bahwa dulu dimasa purwa, di kawasan Sendang Mangir, tumbuh menjulang Pohon Mangir yang melindungi mata air sendang. Sehingga leluhur kemudian menyebut sendang ini sebagai Sendang Mangir.





Terimakasih:
Warga Sambeng dan sekitarnya
Komunitas Resan Gunungkidul



Lebih baru Lebih lama